Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Test link

Tarian Tradisional Dari Jambi Dan Penjelasannya



Cintaindonesia.web.id - Provinsi Jambi merupakan salah satu provinsi yang terletak di Pulau Sumatera, Indonesia. Mayoritas masyarakat dari provinsi ini adalah suku Melayu. Kebudayaan melayu sangat erat dalam kehidupan masyarakatnya. Salah satu kebudayaan yang sampai saat ini masih dapat ditemukan adalah tarian tradisionalnya yang menjadi ciri khas dari adat masyarakatnya. Nah seperti apa sajakah tarian tradisionalnya Provinsi Jambi tersebut? Berikut ini penjelasannya.



1. Tari Sekapur Sirih

Tari Sekapur Sirih

Tari Sekapur Sirih adalah tarian selamat datang kepada tamu-tamu besar. Tarian sekapur sirih diciptakan oleh Firdaus Chatab di tahun 1962. Pada tahun 1967, tarian ini kemudian ditata ulang oleh OK Hendri BBA. Tari Sekapur Sirih mendeskripsikan sebuah perasaan lapang dan terbuka yang dimiliki masyarakat Jambi terhadap tamu yang berkunjung ke daerah mereka.

Jumlah para penari dalam tarian ini adalah 9 orang penari perempuan dan 3 orang penari laki-laki. Para penari tersebut diantanya adalah 1 (satu) orang sebagai pemegang payung, 2 (dua) orang sebagai pengawal, dan sisanya menari. Sayangnya, saat ini antusiasme warga terhadap tarian sekapur sirih berkurang. Hal ini terlihat dari jumlah penari yang menyusut, yaitu berjumlah 6 (enam) orang, 1(satu) orang penari laki-laki yang bertugas membawa cerano dan sisanya penari perempuan.

Sebenarnya nama atau istilah dari tari sekapur sirih ini cukup beragam, sama beragamnya dengan varian tarian ini, salah satunya tari Penyambutan. Awalnya, tari sekapur sirih ini disebut tarian persembahan, kemudian mengalami beberapa perubahan, sehingga menjadi Tari Penyambutan. Bedanya dengan tari sekapur sirih adalah bahwa tari Penyambutan ini merupakan tari kreasi baru yang diatur sedekat mungkin dengan Tari Kejei. Jumlah penari dalam tarian ini dapat disesuaikan dengan tempat, bisa putra bisa putri, dan bisa juga berpasangan.

2. Tari Selampit Delapan

Tari Selampit Delapan

Tari Selampit Delapan merupakan penggambaran dari pergaulan para pemuda-pemudi di Jambi. Tari ini memiliki nilai yang sangat penting di dalam merekatkan pergaulan. Delapan kain selampit yang juga terdiri dari berbagai macam warna menjadi simbol pertautan pergaulan antar pemuda-pemudi Jambi.

Tarian ini dilakukan oleh 8 (delapan) orang penari (empat pasang penari) yang masing-masing memegang satu helai selampit. Pemuda-pemudi tersebut kemudian melakukan gerakkan menyilang serta merajut selampit yang mereka genggam. Kemudian selampit tersebut menjadi satu tali yang tersusun menjadi berbagai warna. Koreografi inilah yang melambangkan persatuan antara pemuda-pemudi Jambi di perlihatkan.

Dalam kesejarahannya, tarian selampit delapan ini pertama kali dikenalkan oleh seorang pegawai Dinas Kebudayaan di Provinsi Jambi pada tahun 1970-an, yaitu bernama M. Ceylon saat masih bertugas di dinas tersebut. Meskipun M. Ceylon bukanlah putra daerah Jambi, tetapi kemampuan dan bakatnya di dalam bidang seni tari telah membuat tarian ini begitu di kenal di Provinsi Jambi. Penciptaan tarian selampit delapan ini merupakan bentuk kecintaan yang sangat besar terhadap kesenian.

Seiring berkembang dan populernya tarian selampit delapan ini, pemerintah Provinsi Jambi pun menetapkan tarian ini sebagai tarian khas dari Provinsi Jambi. Sebelum menggunakan kain selampit, awalnya dalam tarian ini dimainkan oleh 8 (delapan) orang dengan menggunakan delapan sumbu kompor yang kemudian diikat atau digantung pada loteng. Nama "Selampit Delapan" ini diambil dari delapan tali yang digunakan pada tarian tersebut. Sampai saat ini tidak ada perubahan gerak dan komposisi tarian. Kalau pun ada perubahan, perubahan tersebut tidaklah mengubah esensi dari tarian tersebut, perubahan yang terjadi biasanya hanya sebatas untuk pemenuhan estetikanya saja.

3. Tari Inai

Tari Inai

Tari Inai merupakan tarian tradisional yang berasal dari Jambi, tepatnya di daerah Kuala Jambi desa Teluk Majelis. Kesenian ini pada dasarnya merupakan seni pertunjukan yang melibatkan antara seni tari dan seni musik. Tarian ini umumnya hanya dilakukan di rumah mempelai wanita saja, sedangkan untuk dirumah mempelai pria tidak dilakukan upacara malam berinai.

Fungsi dari Tari Inai yang utama yaitu sebagai eksprtesi ritual untuk menjaga calon mepelai wanita dari segala macam gangguan supernatural yang berasal dari manusia ataupun makhluk halus. Selain untuk menjaga mempelai wanita, fungsi lainnya yaitu sebagai bentuk ungkapan estetik, hiburan, dan juga ekonomis.

Gerakan pada tari inai umumnya terdiri dari gerak pembuka, isi, dan penutup. Gerakannya pun adalah kombinasi dari gerakan binatang atau kejadian-kejadian di alam, sehingga gerakan pada tarian ini hampir menyerupai gerakan silat. Untuk pola lantainya adalah bebas dan variatif.

Dalam pertunjukannya, para penari akan memakai busana adat khas Melayu, yaitu memakai baju Gunting Cina atau baju Kecak Musang, kepala ditutup dengan menggunakan peci, celana panjang longgar, memakai kain sarung atau songket yang diikatkan dipinggang tepatnya dibagian atas lutut.

4. Tari Tauh

Tari Tauh

Tari Tauh merupakan tarian tradisional dari Jambi, tepatnya di daerah Lekuk 50 Tumbi Lempur, di Kecamatan Gunung Raya. Tarian ini merupakan penggambaran dari pergaulan atau hubungan pemuda-pemudi (bujang gadis). Tarian ini telah ada sejak zaman dahulu hingga saat ini dan diwariskan secara turun temurun, sampai akhirnya masyarakat tidak mengetahui siapa pencipta tarian yang telah mengakar ditengah-tengah masyarakat. Saat ini, tari tauh sangat populer di Kabupaten Bungo sebagai tarian tradisional yang sangat digemari masyarakat.

Seperti tarian Jambi pada umumnya, tarian ini juga dibawakan oleh laki-laki dan perempuan secara berpasang-pasangan. Posisi tubuh dari tari tauh ini adalah kombinasi dari gerakan dalam posisi berdiri. Alat musik rebab, gong, dan nyanyian klasik yang disebut dengan mantun mengiringi tarian ini. 4 (empat) laki-laki dan 4 (empat) perempuan melenggok dalam alunan musik melayu bersyair pantun. Uniknya, durasi dalam menarikan tarian ini tergantung pada panjang pendeknya pantun yang disenandungkan dan juga kesanggupan dari para penarinya sendiri.

5. Tari Rentak Besapih

Tari Rentak Besapih

Tarian ini menggambarkan perpaduan antara rentak langkah dari berbagai etnis yang menjadi suatu bentuk kesatuan utuh dalam menjalani sebuah kehidupan. Hidup berdampingan, bekerja sama, dan juga saling tolong-menolong digambarkan didalam gerak tari yang digarap dalam bentuk khas Melayu Jambi ini. Hal tersebut menegaskan bahwa provinisi Jambi adalah provinsi yang aman, makmur, dan juga sejahtera.

Tarian ini diperagakan oleh 8 (delapan) sampai 10 (sepuluh) orang para penari. Para penari tersebut menggunakan busana atau pakaian adat Melayu Jambi dengan hiasan pada bagian kepala dan kain tenun melayu. Pola gerak dalam tarian ini hampir sama dengan jenis tarian lainnya, yakni menggunakan kombinasi dari pola lantai.

Tarian ini berangkat dari sejarah Jambi yang pada dahulunya menjadi kota perdagangan. Banyak pedagang dari berbagai daerah datang ke Jambi pada masa itu bahkan sampai hari ini. Jambi menjadi wilayah yang memiliki berbagai macam suku dan ras. Keragaman inilah yang direpresentasikan didalam bentuk tarian melalui tarian Rentak Besapih.

Namun sayangnya saat ini tarian Rentak Besapih telah jarang dipertunjukan padahal makna kebersamaan didalam keragaman yang terkandung dalam tarian rentak besapih ini sangat relevan dengan kondisi pada saat ini, di mana batas-batas perbedaan semakin menebal di Indonesia.


6. Tari Kubu

Tari Kubu

Tari Kubu adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari Suku Kubu. Suku Kubu merupakan suku yang menetap di perbatasan antara Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan. Kehidupannya yang masih semi-nomaden pada sekitar hutan Taman Nasional Bukit 12, menjadikan masyarakat Kubu ini masih mempunyai pola kehidupan yang homogen. Hal itu terlihat dari pola mata pencarian masyarakat Suku Kubu yang masih terfokus dikegiatan berladang dan berburu.

Salah satu bentuk dari ketergantungan Suku Kubu dengan alam terlihat pada upacara pengobatan tradisionalnya yang kerap dilakukan ketika terdapat seseorang yang terjangkit sakit parah. Masyarakat Suku Kubu ini percaya bahwa orang yang sakit tubuhnya tengah dirasuki oleh roh jahat. Oleh karena itulah, mereka harus mengadakan sebuah upacara setelah ramuan obat tradisional diberikan untuk mengusir para roh jahat tersebut.

Upacara pengobatan tradisional inilah yang kemudian menginspirasi dari lahirnya sebuah tari kreasi yang bernama tari Kubu. Tari kreasi Kubu ini ditarikan oleh 5 (lima) orang laki-laki dan 5 (lima) orang perempuan, dengan mengenakan pakaian yang umumnya digunakan oleh masyarakat suku Kubu dalam kesehariannya.

Gerak tari Kubu ini bertumpu pada gerakan tangan dan juga hentakan kaki. Pada bagian akhir akan digambarkan bagaimana seorang yang sedang terserang penyakit yang kemudian diangkat secara beramai-ramai dan setelah itu didoakan dengan mantera-mantera, yang sebelumnya diberikan sebuah ramuan obat yang berasal dari alam. Para penari yang lain kemudian membentuk sebuah formasi melingkar dengan seseorang yang sedang terkena penyakit berada di tengahnya.

7. Tari Rentak Kudo

Tari Rentak Kudo

Tari Rentak Kudo merupakan salah satu tarian tradisional yang berasal dari daerah Hamparan Rawang, Kerinci, Provinsi Jambi.Sesuai dengan namanya, tarian ini merupakan tarian tradisional yang menghentak-hentak tanah seperti halnya seekor kuda. Tari Rentak Kudo biasanya digelar untuk merayakan hasil panen masyarakat sekitar. Tetapi tidak jarang pula menggelar Tari Rentak Kudo ini ketika sedang kemarau panjang sebagai sarana doa kepada Tuhan supaya menurunkan hujan.

Masyarakat Kerinci merupakan masyarakat yang sangat menghargai akan nilai seni dan budaya yang ada di daerahnya, sehingga Tari Rentak Kudo ini juga mempunyai makna yang sakral untuk masyarakat setempat. Sebab bagi masyarakat Kerinci, Tari Rentak Kudo ini umumnya dipentaskan untuk melestarikan kebudayaan pertanian dan juga kemakmuran masyarakat sebagai wujud tanda syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa baik itu dalam keadaan musim subur maupun di dalam musim kemarau untuk memohon berkah hujan.

Tari Rentak Kudo yang sangat erat kaitannya dengan tanda syukur kepada karunia Tuhan di dalam bidang pertanian, terkadang pula dipentaskan ketika acara penikahan adat di Kerinci. Peralihan tersebut mungkin menjadi sebuah cara tersendiri untuk masyarakat Kerinci guna melestarikan tarian tradisional bernama Tari Rentak Kudo ini. Karena pada awalnya Tari Rentak Kudo ini hanya dipentaskan dibeberapa waktu di dalam setahun, saat ini Tari Rentak Kudo bisa sering digelar dalam waktu yang berdekatan.


8. Tari Nitih Mahligai

Tari Nitih Mahligai

Tari Nitih Mahligai merupakan tarian tradisional yang di adaptasi dari upacara adat masyarakat di Kerinci, yakni "Niti Naik Mahligai". Upacara Niti Naik Mahligai ini sendiri merupakan sebuah upacara yang dahulu dilakukan untuk memilih pemimpin di kerajaan yang ada di Bukit Kaco, batas antara Kerinci dan Bungo. Tarian Nitih Mahligai ini ditata oleh Epa Bramanti Putra.

Dalam pertunjukannya, Tarian Nitih Mahligai akan diiringi oleh alat musik tradisional berupa Gendang dan diiringi oleh lantunan "Nyahu" (vocal) sang pawang, sedangkan untuk penarinya biasanya akan bergerak mengikuti irama musik dengan gerakan tari Aseik.


9. Tari Rangguk

Tari Rangguk

Tari Rangguk merupakan tarian tradisional yang berkembang di masyarakat Dusun Cupak, Kerinci, Jambi. Kata rangguk pada tarian ini berasal dari bahasa Kerinci Hulu, sedangkan untuk sebagian masyarakat Provinsi Jambi khususnya masyarakat Sungai Penuh menyebutnya dengan kata ranggok, dan untuk masyarakat Pulau Tengah menyebut dengan nama rangguek.

Kata rangguk ini sendiri diartikan berbeda-beda, ada yang mengatakan jika kata rangguk ini artinya tari, ada juga yang mengatakan juka kata rangguk ini berasal dari kata uhang atau orang, dan nganggok artinya adalah mengangguk, sehingga di dalam perkembangannya kata uhang dan ngaggok ini menjadi rangguk.

Awal mulanya tari rangguk ini hanya dilakukan oleh kaum laki-laki dan biasanya dilakukan ketika di sore hari sepulang bekerja sebagai sarana hiburan untuk melepas lelah. Namun setelah pada abad ke-20 kaum wanita mulai melakukan tarian rangguk ini meskipun hanya terbatas di usia anak-anak saja. Barulah pada abad ke-50 kaum wanita dewasa ikut melakukannya.

Selaras dengan perkembangan tarian rangguk, fungsi dari tarian ini juga mempunyai perkembangan. Jika semula tarian ini hanya untuk sarana hiburan dan juga pelepas lelah, sekarang ini tarian rangguk dipentaskan di dalam rangka upacara penyambutan tamu.

Dalam pementasannya, para pemainnya akan berdiri (berbaris) sambil menggangguk-anggukan kepala kepada setiap para tamu yang datang dan melantunkan berbagai macam pantun ucapan selamat datang serta mengiringi tamu hingga ke tempat yang sudah ditentukan (depan pintu balai desa). Untuk alat musik yang dipakai, biasanya tarian ini memakai alat musik berupa rebana.

10. Tari Sekato

Tari Sekato merupakan tarian tradisional Jambi yang lahir hasil dari pengolahan tarian tradisional yang ada di Provinsi Jambi ditahun 1992. Tarian ini menggambarkan pasangan pemuda-pemudi yang sedang memadu kasih. Tari Sekato merupakan tarian hasil tataan Sri Purnama Syam.

Dalam pertunjukannya, Tari Sekato ini dibawakan oleh 8 orang penari putra-putri secara berpasangan. Para penari Sekato ini biasanya akan memakai kostum berupa baju gunting limo, celana panjang, baju kurung, celana panjang, kain samping, desta,  dan teratai. Selain memakai kostum, para penari sekato juga akan memakai properti berupa kipas dan payung. Pemakai properti tersebut mempunyai arti sebagai senjata dan juga perlindungan diri.

Gerakan pada Tari Sekato lebih dominan pada gerakan langkah tigo, lenggang, langkah tak jadi dan buka ayun kipas. Tari sekato ini umumnya akan diiringi oleh musik khas Jambi seperti gendang melayu, rebana kecil, gong, beduk, suling, dan kolintang perunggu.


11. Tari Liang Asak

Tari liang asak merupakan tarian tradisional Jambi yang berasal dari Sarolangun. Tarian ini menggambarkan kehidupan sehari-hari dari masyarakat Provinsi Jambi saat sedang menugal dan menanam padi disawah yang umumnya dilakukan oleh bujang dan gadis.

Yang dimaksud dengan kata "liang asak" menurut masyarakat Sarolangun merupakan lobang-lobang kecil akibat dari ditugal sebagai tempat penaburan benih. Dikarenakan tarian ini menggambarkan proses menugal dan juga menanam padi, maka judulnya diangkat dari salah satu hasil proses menugal.

Tari Liang Asak umumnya akan ditampilkan oleh para penari putra dan putri secara berpasangan, dengan jumlah penari 3 hingga 5 orang pasangan. Adapun untuk gerakannya, tarian ini menggambarkan proses menugal dan menanam padi sambil bersenda gurau  bersama pasangannya dengan tipe gerakan langkah tak jadi, tudung awan, zigzag, dan nyilau.

Dalam pertunjukannya, para penari akan memakai kostum khas melayu dimana penari putri akan memakai baju kurung, topi penutup kepala, dan kain sarung. Sedangkan untuk penari putra memakai busana baju teluk blango dan topi. Selain itu, Tari Liang Asak ini biasanya akan diiringi alat musik berupa gendang, accordion, biola, dan gong.

12. Tari Serengkuh Dayung

Tari Serengkuh Dayung

Tari Serengkuh dayung merupakan tarian tradisional yang menggambarkan perasaan searah, setujuan, dan rasa kebersamaan dalam segala hal. Pencipta Tari Serengkuh Dayung ini sendiri belum diketahui, namun sudah ditata ulang oleh Aini Rozak ditahun 1990. Tarian ini umumnya hanya dibawakan oleh penari putri.

13. Tari Kisan

Tari Kisan

Tari Kisan merupakan tarian tradisional yang berasal dari Kabupaten Bangko dan Kabupaten Sarolangun, Jambi. Tarian ini menggambarkan kegiatan masyarakat di Provinsi Jambi didalam mengolah padi menjadi beras. Pencipta tari kisan Jambi ini sendiri belum diketahui, namun tarian ini sudah ditata ulang oleh Daswar Edi ditahun 1980 dan Darwan Asri ditahun 1983. Tarian Kisan umumnya akan dibawakan oleh para penari remaja putri.




Patut Kamu Baca:

Post a Comment